Selasa, 09 Desember 2008

Aku Menangis 6 X untuk KakakQ

apa crita na yang nyentuh bnget,ato emang aku na yang cengeng. Sumpah,tiap kaliQ baca cerita ini,pasti mataQ keluar air mata yang tiada henti²na,sampe² banjir darah dech (duch lebay bnget c kmu Die ^_^ )


I Cried for my brother six times

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang
mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat dikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.”Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. sudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah >dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab,tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”

Mata suamiku dipenuhi air mata,
dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:
“Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?”
Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”

Selasa, 21 Oktober 2008

AKAL VS HATI

Akal : Hai Hati, dua hari ini aku melihatmu murung. Apa yang membuatmu gelisah?

Hati : Aku gelisah karena melihat tuan kita gelisah.

Akal : Kenapa tuanmu gelisah ?

Hati : karena ia mengikuti saranku. ternyata tidak seperti harapan. karena itulah aku gelisah. aku takut tuanku tak lagi mempercayaiku.

Akal : memangnya apa yang kau katakan pada tuan kita?

Hati : aku memintanya untuk mengatakan perasaannya pada seorang Putri.

Akal : Lalu ?

Hati : sang Putri marah besar, mungkin Putri itu tidak pernah menyangka tuan kita, yang sudah dianggap teman sendiri ternyata menyimpan rasa pada sang Putri.

Akal : sudah kukira. tidakkah kau tahu tuan kita bukan orang yang pandai bicara di depan cewek ?!

Hati : iya, tapi itulah kenyataannya.

Akal : Apalagi Putri itu sudah lama jadi temannya. bukankah sudah berkali-kali kuingatkan bahwa ia pernah mengalami hal yang sama bertahun-tahun yang lalu !! dalam banyak kisah yang ku baca, rusaknya jalinan indah persahabatan seringkali disebabkan oleh ikut campurnya “rasa aneh” itu. harusnya tuan kita belajar dari pengalamannya sendiri.

Hati : kamu tidak bisa menyalahkan tuan kita! bukankah

Kita Tak Pernah Tahu KAPAN dan KEPADA SIAPA Kita Jatuh Cinta !

Akal : aahh… Sudah !! simpan saja kalimat sok puitismu itu! MEREKA TIDAK AKAN NGERTI BAHASA KAYAK GITU !

Hai Hati, Paling tidak dengar dulu saranku. Tidak semua keinginanmu harus dituruti. Dunia ini tidak berjalan atas kehendakmu saja. masih ada Hati-Hati lain yang juga punya keinginan.

Sudah kuperingatkan, perbuatan tuan kita kali ini taruhannya adalah ikatan persahabatan itu sendiri. seluruh jalinan indah persahabatan yang telah dirajut bertahun-tahun bisa tercabik-cabik hanya karena kalimat-kalimat sok sentimentil itu!

Hati : itu pun tuanku sudah tahu.

Hidup adalah pilihan. tiap detik kita dihadapkan pada pilihan2 yang harus kita ambil salah satunya. tiap pilihan memiliki resikonya sendiri. pilihan atas identitas, agama, cara hidup bahkan pilihan untuk tetap hidup. dan tuanku memutuskan untuk mengambil resiko itu.

Akal : Ya sudah ! sekarang biar dia nikmati resiko itu ! sudah kubilang berkali-kali, “perasaan aneh” itu hanya akan menodai hubungan persahabatan..!!

Hati : Apakah rasa cinta, rasa ingin berbagi, saling memahami merupakan sebuah NODA ?

Bukankah cinta, kasih dan sayang adalah anugrah dari Tuhan sang Pencipta?! Kembang-kembang bermekaran memberikan sarinya pada kumbang, matahari dengan setia menghangatkan bumi tiap hari, semua itu berjalan karena adanya Cinta. Tanpa cinta dan kasih, dunia ini hanya akan diisi oleh pembunuhan, kebrutalan, kerusakan dan dunia ini tinggal menunggu kehancurannya.

Akal : Ok….Ok….aku tahu apa yang kau maksud. tapi tuanmu kan bisa jatuh cinta pada perempuan lain. liat-liat dulu donk ! Apa itu teman, pacar orang, mantan pacar orang ato perempuan yang baru kenal !

Hati : kau tidak pernah jatuh cinta rupanya !

Akal : buat apa jatuh cinta. hanya membebaniku saja. membuatku terikat, memikirkan yang seharusnya tak perlu kupikirkan. membuang-buang tenaga, pikiran dan uang saja ! Menghambat cita-cita !

Hati : Justru ketika kita jatuh cinta, berkomitmen untuk saling menjaga, membuat kita belajar mengenali diri kita sebenarnya.

Seberapa cinta, seberapa besar pengorbanan, seberapa tanggung jawabkah kita atau justru seberapa busuk, brengsek, atau bejatkah kita.

Akal : Kalau saja tuanmu mau menyimpan rasa aneh itu tetap dalam dadanya tentu saat ini ia masih bisa bercanda tawa, main ke rumahnya sampai larut malam, melihat wajahnya dan sesekali pergi bersama. kalau sudah begini, ia tak bisa lagi berdekatan dengannya, melihat wajahnya, mendengar suara bahkan sekedar membaca sms darinya.

Hati : Dan selamanya menjadi lelaki angkuh, munafik, pengecut yang hanya bersembunyi di balik topeng persahabatan.

Hanya menjadi manusia pemimpi yang tak pernah berani menghadapi kenyataan. Bila keputusan itu yang diambil, aku bersumpah aku akan menghantui dengan perasaan bersalah selama hidupnya. dan aku akan terus membayanginya meski ia telah menemukan orang lain sebagai teman hidupnya !!!

Salik : DIIIIAAAAAAAMMMMMMM……!!!!! Tidakkah kalian dengar dia menyuruhku diam dan berhenti memikirkannya.

Kalau kalian terus saja menggangguku dengan ocehan-ocehan itu, akan kubunuh kalian berdua !

Akal : Kalau tuan membunuhku dan memutuskan untuk tidak menggunakan aku lagi, lalu apa yang bisa membedakan tuan dengan makhluk lain ?

Apa bedanya tuan dengan jangkrik, kerbau, anjing, babi, serigala dan binatang lainnya?

Bukankah aku diciptakan Tuhan sebagai satu keunggulan manusia dibanding makhluk lain bahkan malaikat sekalipun?

Hati : Ampun Tuanku, bila hamba tuan bunuh hamba. hamba khawatir tuanku tidak akan pernah beroleh kebahagiaan.

Dalam diri hambalah kebahagiaan bermula. dan melalui hamba pula lah manusia mengenal suara Tuhannya.

Salik : Kalau begitu teruslah kalian berbicara. sampaikan padaku apa yang kalian lihat, dengar dan rasakan. Biar aku yang menanggung segala resikonya meski itu sebuah derita.

Rabu, 24 September 2008

^_^

lagunya enag bnget nich.....

^_^


7 SUMPAH
By: New Eta


Ada yang hilang jiwaku tak tenang
Semakin dalam tubuhku tenggelam
Oh hujan badai temani aku pulang
Dinginnnya malam tak mampu ku bertahan

Kini kau datang berikan aku ruang
Walau kau lelah tapi nafasku panjang
Akankah s'lalu kau tetap menemani
Sinari aku bagai cahaya mentari

Aku berjanji jika saatnya nanti
Kau ku beri arti hingga diriku mati

Yang hilang biarlah hilang
Yang pergi biarlah pergi
Tetap kau disini temani aku malam ini

Kini dimana harus ku cari lagi
Saat kau pergi tinggal aku sendiri
Lelah ku cari tak juga ku temui
Saat kau hilang tujuh sumpah ku maki

Aku berjanji jika nanti kau pergi
Akan selalu ku doakan kau mati

Aku yang slama ini berharap kau untuk coba mengerti
Untuk apa ku disini terjerat gelap malam ini
Dan aku yang slama ini berharap kau untuk cepat kembali
Temani aku tuk pulang dimana aku tenggelam, hilang

[*]
Yang hilang biarlah hilang
Yang pergi biarlah pergi
Tetap kau disini temani aku malam ini
Yang hilang biarlah hilang
Yang pergi biarkan mati
Tetap disini temani aku warnai hari

sayangQ gk isa upload laguna T_T

Kamis, 07 Agustus 2008

Fiuh.......hmmm.......
sebetul na hari ini mles bnget u/ ngapa²in, tapi setelah baca blog na para tetangga, eh die jadi pngen posting juga.hehehehehehehe....
gak tw mw nulis paan cz gak ada ide. lagi mati gaya bnget nich
Duch....gak dech mau nulis paan,bener² mati rasa nich otak.:(

Selasa, 08 Juli 2008

Delapan Kebohongan Seorang Ibu

Ni tadi Die jalan² ke blog na tetangga...eh ga' tw na nemu artikel yg bagus bnget.......
tapi bisa bikin orang.......:((


Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi
nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: “Makanlah nak, aku tidak lapar”

———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan
memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil
tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :”Minumlah nak, aku tidak haus!”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya punya duit”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia erkata kepadaku “Aku tidak terbiasa”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan”

———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibu tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Minggu, 06 Juli 2008

HATI SEORANG AYAH

Hikxz.........
nyentuh bnget nich artikel.......sumpah pngen nangis klo baca artikel kayak gini.....hohohohohohohoho.....


Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya,
tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang
mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai
suara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: Ayah ,
mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari
kian terbungkuk?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai
di beranda.

Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban
Ayahnya. Anak wanita itu berguman : " Aku tidak mengerti."

Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa
penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita
itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku,
kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya,
membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya
lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan
badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi
demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"

Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar
benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."
Hanya itu jawaban Sang Bunda.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia
tetap saja penasaran.

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu
seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali.
Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian
kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.

"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin
keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia
senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman
teduh dan terlindungi. "

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting
tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat
pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "

"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap
nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan
bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia
mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "

"Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya
pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat
panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup
kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga
perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah
disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari
jerih payahnya."

"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan
membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa
adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan
kesakitan kerap kali menyerangnya. "

"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang
demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun
juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai
hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan
rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan
perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang
menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi &
mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan
pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa
Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang
baik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi
perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali
kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada
Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta
saling menyayangi.. "

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa
Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari &
menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia &
BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki
yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha
mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya,
keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. "

"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai
Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh
laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia
& Akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut &
berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya
yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan
mencium telapak tangan Ayanya. " AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU,
AYAH."

Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu
agung,
tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah... With
Love

". Note: Berbahagialah yang masih memiliki Ayah. Dan lakukanlah yang
terbaik
untuknya.... ......... .......... ......... .....

Berbahagialah yang merasa sebagai ayah. Dan lakukanlah yang
terbaik
Buat keluarga kita........ ......... ..........

Siapakah Kita???????

Mlem ini (tepatnya sich pagi), pngen posting sesuatu tapi mlem nulis so Die copas aza dari email Die dikirim ma temen.hohohohohohoho
Makasi buat temen Die yg selalu setia kirim² artikel yg bagus².......
Btw kmren pulangna kok bentar amat.......
kapan pul lagi nich......
kngen euy......
ati² aja yawch buat kmu....







Di sini matahari hanya sebesar debu!

Antares adalah bintang ke 15 yang paling terang di angkasa.

Jaraknya lebih dari 1000 tahun cahaya dari bumi.

Lalu . . .

siapakah kita?

apakah tujuan hidup kita?

Apa yang membuat hidup kita, manusia, berharga?

Masihkah kita bisa menepuk dada & berkata "INILAH AKU!!!!!"....??


Senin, 23 Juni 2008

Titip Ibuku ya Allah

Ni ada artikel yg dikirim temen...gak tw dapet darimana???he..........
Buat temenQ yg selalu kirim artikel,kirim terus yaw, he.......
kmu ati² klo di tengah laut,ntar klo tenggelam sebut namaQ aja 3 kali
kqkqkqkqkqqkqkqkqkqkqkq ^__^
MIZZZZ U....

" Nak, bangun... udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja..." Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini aku sudah menjadi seorang karyawan disebuah perusahaan Tambang, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.

" Ibu sayang.... ga usah repot-repot Bu, aku dan adik-adikku udah dewasa" pintaku pada Ibu pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang kubaca ... orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ..... tapi entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih. Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, " Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih ? "

Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana .Terbata-bata Ibu berkata, " Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri "

Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, " Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan . Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu. Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, " Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu. " Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau enyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun.

Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan kami untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan adik-adik sering tertidur lagi... Ah, maafin kami Ibu ... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat Ibu lelah.. Sanggupkah aku ya Allah ? " Nak... bangun nak, udah azan subuh .. sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. " Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, " Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu...". Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Ibu... Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu... Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu... ", namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah. Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita ... Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada. Percayalah.. . kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.

Wallaahua'lam
"Ya Allah, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa
membahagiakan Ibu..., dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil,
panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala
dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil "
"Titip Ibuku ya Allah"